BEKABAR.ID, KERINCI – Puluhan warga dari Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, menggelar aksi damai di halaman Kantor Bupati Kerinci, Senin (15/7). Mereka menyuarakan keresahan terkait dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
Dalam orasinya, massa mendesak Bupati Kerinci, Monadi, untuk segera turun tangan menghentikan aktivitas PLTA yang dinilai telah merusak alam dan menciptakan keresahan sosial. Mereka juga menuntut kejelasan terkait kompensasi atas kerusakan dan pelanggaran yang ditimbulkan dari kegiatan proyek tersebut.
"Kami minta Bupati Kerinci bertindak tegas menghentikan bisnis haram ini. Aktivitas PLTA di sekitar Sungai Tanjung Merindu tidak sesuai kesepakatan. Masyarakat dirugikan, lingkungan rusak, dan tidak ada kejelasan kompensasi," ujar Aprianto, salah satu perwakilan warga saat menyampaikan tuntutan di hadapan Bupati.
Aprianto juga menuding adanya indikasi skandal dan konspirasi di balik aktivitas PLTA yang selama ini beroperasi tanpa transparansi. Ia meminta agar pemerintah segera menertibkan aturan yang dinilai telah merugikan warga.
Usai menyampaikan aspirasi, massa langsung ditemui oleh Bupati Kerinci Monadi yang turun langsung menemui warga di halaman kantor. Merespons aksi tersebut, Monadi mengajak perwakilan warga untuk melakukan audiensi tertutup guna mendalami persoalan yang disampaikan.
"Kami tidak menutup mata. Pemerintah Kabupaten Kerinci akan segera memfasilitasi pertemuan antara warga Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan dengan pihak PLTA," tegas Monadi.
Ia juga berjanji akan mendudukkan semua pihak yang belum menerima kompensasi, agar persoalan ini segera mendapatkan titik terang tanpa menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat.
"Kita akan pastikan bahwa hak masyarakat harus dihormati. Kami akan mengawal proses ini agar berjalan adil dan terbuka," tandas Monadi.
Audiensi tersebut rencananya akan digelar dalam waktu dekat, dan Pemerintah Kabupaten Kerinci mengajak semua pihak menjaga ketenangan serta memberikan ruang dialog sebagai solusi atas konflik yang tengah berlangsung.
Sebelumnya, Nanang, Ketua BPD mengungkapkan warga belum menerima kejelasan dari pihak PT KMH mengenai kesepakatan yang telah dibuat, karena sejak dimulainya pembangunan pintu air PLTA di Sungai Tanjung Merindu yang terhubung langsung dengan Danau Kerinci, sejumlah masyarakat yang mayoritas menggantungkan hidup dari hasil pertanian, perikanan sungai, dan aktivitas nelayan darat mulai merasakan dampak terhadap matapencaharian.
Warga menyebutkan selama ini pihak PLTA hanya menjalin kesepakatan dengan Kepala Desa tanpa melibatkan warga. Selain itu, selama proses pembangunan, kepala desa menurut warga terkesan menutupi informasi soal kesepakatan yang telah dibuat dan lebih berpihak pada kepentingan perusahaan.
Sekarang, pembangunan hampir selesai, sementara kesepakatan awal dengan warga baik itu soal kompensasi dan hal-hal lain, belum ada kejelasan.
Untuk itu dia meminta bantuan Presiden RI Prabowo Subianto hingga Jusuf Kalla yang merupakan bos perusahaan untuk melihat kinerja anak buahnya dan melihat langsung kondisi warga.
"Kami tidak menolak pembangunan, tapi tolong kami juga diperhatikan. Sampai sekarang belum ada kejelasan dari pihak PT KMH terkait dengan mata pencaharian masyarakat ke depannya yang mengantungkan hidupnya dengan mencari ikan di Sungai Tanjung Merindu," ujarnya."
Selama pembangunan PLTA kurang lebih 4 tahun, barang perusahaan kami jaga, tidak pernah kami berbuat yang tidak-tidak," tambahnya.
Sementara, ketika dikonfirmasi bekabar.id, Kepala Bagian Humas PLTA Kerinci Merangin Hydro, Aslori Ilham mengakui bahwa pembagian dana kompensasi sebesar Rp 5 juta sudah berjalan sejak seminggu yang lalu.
"Memang sudah berjalan dari minggu lalu. Kami kan buat kesepakatan dengan Pemerintah Desa, Kades, adat dan lain-lain, bukan dengan kelompok," bebernya, Senin (07/07/25).
Aslori mengatakan bahwa warga sudah tahu dengan persoalan ini, dia menyebutkan bahwa Kades juga sudah mensosialisasikan hal ini di desa. "Memang ada pro dan kontra, kita pertemuan dengan kelompok itu juga bukan satu kali, sudah sering kami lakukan, baiknya konfirmasi juga ke desa," demikian kata Aslori, yang berbanding terbalik dengan keterangan warga yang mengungkapkan pembagian kompensasi oleh Kades tidak transparan.
Editor: Sebri Asdian