DLH Gandeng Media Perkuat Implementasi Gambut di Provinsi Jambi

DLH Gandeng Media Perkuat Implementasi Gambut di Provinsi Jambi

BEKABAR.ID, JAMBI- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi menekankan pentingnya bersinergi di berbagai pihak untuk menjaga kelestarian ekosistem gambut yang tersebar luas di wilayah Provinsi Jambi. 

Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Varial Adhi Putra menyampaikan bahwa kawasan gambut yang rentan mengalami degradasi ini dinilai memerlukan penanganan khusus dan berbasis ilmu pengetahuan.

“Ekosistem gambut di Jambi cukup luas dan menyimpan cadangan karbon yang besar. Bila terganggu, gambut dapat melepaskan gas metana yang berkontribusi terhadap peningkatan gas rumah kaca,” kata Varial, Kamis (23/10). 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proyek Integrated Management of Peatland Landscapes in Indonesia (IMPLI) dengan pengelolaan gambut yang berkelanjutan, melestarikan keanekaragaman hayati, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Proyek tersebut juga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di sekitar kawasan gambut.

Selain fungsi ekologis, ekosistem gambut disebut memiliki potensi ekonomi bila dikelola secara bijak. 

“Gambut ini sebenarnya bisa menjadi sumber energi terbarukan, karena mengandung karbon dan gas metana yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan,” katanya.

Selain itu, media juga memegang peran strategis dalam membangun kesadaran publik dan mengawal kebijakan pengelolaan gambut di tingkat daerah. 

Ia berharap, agar para jurnalis dapat memperkuat pemahaman dan keterampilan dalam menyusun berita terkait isu gambut, sehingga pemberitaan menjadi lebih konstruktif, berbasis data, dan mudah dipahami masyarakat.

“Harapan kami, teman-teman media dapat menjadi mitra strategis dalam menjaga keberlanjutan ekosistem gambut di Jambi,” tutupnya.

Tak hanya itu, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudy Syaf menyampaikan bahwa Media massa mempunyai peran penting dalam pengimplementasian ke masyarakat terkhusus di Provinsi Jambi. 

“Pengelolaan gambut tidak bisa hanya menjadi urusan pemerintah sendiri Ia membutuhkan sinergi multipihak, termasuk peran strategis media massa,” katanya. 

Meski demikian, Media juga memiliki kekuatan untuk menginformasikan, menginspirasi, dan menggerakkan satu berita yang faktual dan solusif sehingga dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap lingkungan.

“Agar pemberitaan tentang gambut tidak berhenti pada bencana dan kebakaran, tetapi juga menghadirkan narasi, harapan, inovasi, dan perubahan,” bebernya. 

Di sisi lain, Aswandi (Ketua Pusat Unggulan Hidrologi dan PDAS) menyampaikan sejak tahun 1970 kebijakan pembangunan gambut telah dibahas hingga ke dampak terhadap ekologis. 

“Degradasi dan Kehilangan Gambut UGM (1969) mencatat luas gambut Indonesia sekitar 22 juta hektare dan BRG (2020) melalui SID DED (Sistem Informasi Data dan Dokumen/ Detail Engineering Design Restorasi Gambut) mencatat bahwa sisa ekosistem gambut alami hanya sekitar 12 juta hektare, yang artinya, sekitar 10 juta hektare ekosistem gambut telah rusak berubah menjadi lahan perkebunan sawit, atau pemukiman,” katanya. 

Ia menjelaskan bahwa penyebab utama berkurang nya lahan gambut tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dan bencana alam. 

“Kebijakan drainase besar-besaran tanpa perhitungan hidrologis, konversi untuk sawit dan HTI di tahun 1990, kebakaran hutan yang berulang sejak tahun 1982-1983, tahun 1997- 1998 hingga kegagalan proyek PLG satu juta hektare di Kalimantan Tengah pada tahun 1995 -1997,” tutupnya.

Editor: Sebri Asdian