BEKABAR.ID, KERINCI – Ketegangan terjadi di wilayah dua desa Pulau Pandan dan Karang Pandan, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Warga dari dua desa di wilayah tersebut menyesalkan kepala desa (kades) berpihak kepada pihak perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang beroperasi di daerah mereka.
Hal ini dipicu oleh ketidakjelasan pemberian kompensasi dari perusahaan kepada masyarakat terdampak. Terkait akan dinormalisasinya sungai Tanjung Merindu untuk kegiatan proyek PLTA Kerinci.
Menurut warga, sungai tersebut merupakan sumber mata pencaharian warga. Sejak dimulainya konstruksi pintu air proyek pada tahun sebelumnya, masyarakat mulai merasakan dampak langsung terhadap mata pencaharian mereka, terutama yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian, perikanan sungai, dan nelayan darat.
Meskipun pihak PLTA telah menjalin kesepakatan dengan sebagian kecil kepala keluarga (KK) dan memberikan kompensasi. Namun mayoritas warga masih bertahan pada sikap penolakan.
Mereka menilai, kepala desa justru terkesan menutupi informasi dan lebih berpihak pada kepentingan perusahaan.
"Kami tidak ada ketua, kami bergerak sendiri. Kepala desa sudah berpihak kepada mereka (perusahaan PLTA, red). Kami tidak rela," ujar Erniati ibu-ibu yang ikut aksi penolakan dengan mata berkaca-kaca, Senin (7/7/2025).
Menurut mereka, kompensasi itu tidak menyentuh akar persoalan dan tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem serta hilangnya sumber penghidupan jangka panjang.
Sementara itu, kepala desa yang bersangkutan belum dapat dimintai keterangan. Warga berharap pemerintah daerah segera turun tangan dan menjamin keadilan bagi masyarakat terdampak.
“Kami tidak ingin konflik ini berlarut. Tapi kalau suara kami terus diabaikan, kami siap melakukan aksi lebih besar,” tegas warga.
Sementara, ketika dikonfirmasi bekabar.id, Kepala Bagian Humas PLTA Kerinci Merangin Hydro, Aslori Ilham mengakui bahwa pembagian dana kompensasi sebesar Rp 5 juta sudah berjalan sejak seminggu yang lalu.
"Memang sudah berjalan dari minggu lalu. Kami kan buat kesepakatan dengan Pemerintah Desa, Kades, adat dan lain-lain, bukan dengan kelompok," bebernya.
Aslori mengatakan bahwa warga sudah tahu dengan persoalan ini, dia menyebutkan bahwa Kades juga sudah mensosialisasikan hal ini di desa. "Memang ada pro dan kontra, kita pertemuan dengan kelompok itu juga bukan satu kali, sudah sering kami lakukan, baiknya konfirmasi juga ke desa," demikian kata Aslori, yang berbanding terbalik dengan keterangan warga yang mengungkapkan pembagian kompensasi oleh Kades tidak transparan.
Editor: Sebri Asdian