BEKABAR.ID, KERINCI – Aksi unjuk rasa warga menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci Merangin Hidro (KMH) semakin menarik untuk diulas. Kali ini, perdebatan sengit muncul dengan saling berbalas pantun terkait isu kompensasi yang disebut warga pernah dijanjikan sebesar Rp300 juta per kepala keluarga (KK).
Warga menuding pihak perusahaan PLTA bermain mata dengan kepala desa (Kades) Pulau Pandan dan Karang Pandan, sehingga informasi mengenai kompensasi bagi masyarakat terdampak menjadi kabur. Mereka bahkan menilai kades lebih berpihak pada kepentingan perusahaan dibanding memperjuangkan hak masyarakat.
“Kepala desa sudah berpihak kepada mereka (PLTA, red). Kami tidak rela,” kata seorang warga.
Warga juga membantah adanya kesepakatan kompensasi Rp 5 juta per KK yang disebut sudah disetujui tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan lembaga adat. Mereka menegaskan, musyawarah yang dimaksud berlangsung terbatas dan tidak melibatkan warga yang terdampak langsung.
“Kalau itu disebut hasil musyawarah resmi, kenapa kami yang hidup dari sungai dan lahan di sini tidak pernah dilibatkan? Jangan ada lagi adu domba,” tegasnya.
Bahkan, mereka mengultimatum Humas PT KMH, Aslori, agar berhenti menggunakan tangan ketiga dalam berkomunikasi dengan masyarakat. “Kalau mau menyelesaikan masalah, langsung saja dengan warga,” ujar mereka.
Tidak hanya itu, sebagian warga bahkan meminta tokoh nasional Jusuf Kalla untuk turun langsung melihat kondisi di lapangan sekaligus mendesak agar Aslori dicopot dari jabatannya.
Pihak PLTA Bantah
Menanggapi tudingan tersebut, Humas PLTA KMH, Aslori, membantah keras kabar adanya janji kompensasi Rp 300 juta per KK. Menurutnya, isu itu murni berkembang di tengah masyarakat, bukan berasal dari pihak perusahaan.
“Pernyataan mengenai kompensasi Rp 300 juta per KK bukan dari kami. Itu hanya tuntutan warga, bukan janji perusahaan,” tegas Aslori.
Ia menambahkan, PLTA KMH tetap berkomitmen menjalankan proyek sesuai aturan, termasuk dalam hal pengelolaan dampak sosial dan lingkungan. “Kami akan memperkuat komunikasi dengan masyarakat bersama pemerintah daerah dan tokoh adat agar tidak ada lagi kesalahpahaman,” tambahnya.
Seruan Damai
Di tengah memanasnya situasi, Ketua Himpunan Keluarga Kerinci (HKK), Ramli Taha, SH, MH, ikut bersuara. Ia menyayangkan konflik lahan antara masyarakat dan PLTA yang terus berlarut-larut.
“Selaku putra daerah, saya mengimbau agar masyarakat, perusahaan, tokoh adat, ulama, hingga aparat bisa memberikan ketenangan dan kesejukan. Semua persoalan harus diselesaikan secara damai,” ujarnya.
Ramli menegaskan, penyelesaian kekeluargaan adalah jalan terbaik. “Perusahaan wajib memenuhi kewajiban, masyarakat pun berhak mendapat keadilan. Tapi semuanya harus diselesaikan dengan cara yang bermartabat, karena itulah hukum tertinggi di masyarakat kita,” pungkasnya.
Editor: Sebri Asdian