Beberkan Awal Mula Bertemu dengan Zumi Zola Hingga Terseret Arus Kasus Suap Ketok Palu

Beberkan Awal Mula Bertemu dengan Zumi Zola Hingga Terseret Arus Kasus Suap Ketok Palu

BEKABAR.ID, JAMBI - Dody Irawan eks Kadis PUPR Provinsi Jambi, menceritakan bagaimana awal mula dia terseret dalam pusaran kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017–2018, saat memberikan keterangan pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (23/9/2025) lalu.

Awalnya dia mengaku ikut lelang Kadis PUPR Provinsi Jambi. Setelah masuk 4 besar, dirinya dihubungi oleh Asrul (teman dekat Zola, red) menanyakan kesedian untuk menjadi Kadis PUPR, dan Dody menjawab mau. Asrul menurut Dody berpesan, nanti kalau sudah jadi Kadis PU harus royal dan loyal.

"Saya bertemu pak Zola 3 hari sudah dilantik. Saat itu pak Zola mengatakan program 2016 itu banyak infrastruktur, dia meminta kerjasama dengan baik," jelasnya.

Dia secara gamblang mengungkapkan pernah Rapat dengan komisi III DPRD Provinsi Jambi, dia dipanggil Zainal Abidin dan mengatakan ada permintaan lagi untuk 13 orang anggota Komisi III. "Komisi III minta lagi, nominal 175 juta perorang, saya bilang tidak bisa mutusin, saya lapor pak Gubernur dulu," ujarnya.

Dihari yang sama, ungkap Dody, Ketua DPRD saat itu Cornelis Buston, juga meminta proyek senilai Rp 50 miliar di Dinas PUPR. Kemudian Dody mengatakan kepada Cornelis akan melaporkan hal ini ke Zola. "Kemudian saya lapor ke pak Zola, belum sempat bilang nominal berapa, pak Zola langsung meminta saya untuk berkoordinasi dengan Apif," terangnya.

Selang beberapa hari, Apif menelpon Dody mengajak ketemu. "Afif mengatakan kepada saya 'bang kita harus penuhi permintaan, kita minta bantu dengan rekanan, untuk Ketua DPRD kita kasih dana Rp 1 Miliar saja' begitu kata Apif," ucap Dody.

Sementara, Budi eks Kabid Bina Marga PUPR Provinsi Jambi memberikan pengakuan yang mengejutkan, dia mengaku pernah ngantarkan uang ke salah satu anggota DPRD Provinsi Jambi Chumaidi. "Uang didalam tas, nominalnya saya tidak tau, dan diterima langsung oleh pak Chumaidi," ujarnya.

Dia berujar juga pernah membaca semua nama rekanan yang dicatat Apif dan mengungkapkan bahwa sebelum proses lelang, ada rekanan yang menemui dirinya.

"Setahu saya mereka yang dicatat namanya dapat semua (proyek, red). Yang nentukan jumlah proyek Apif, saya mengikutinya saja, saya juga tak banyak kenal dengan nama-nama rekanan tersebut," ucapnya.

Dia mengakui pada tahun 2017, ada 49 paket dengan sistem lelang. "Tahun 2017 ada 49 paket, sistem lelang, 100 persen nama yang dicatat dapat semua," bebernya.

Sebelumnya, mantan Gubernur Jambi Zumi Zola kembali menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017–2018 di Pengadilan Negeri Jambi, Selasa (23/9/2025). Kali ini dia bersaksi untuk terdakwa Suliyanti, anggota DPRD Provinsi Jambi yang didakwa menerima suap dalam proses pembahasan anggaran.

Sebelum sidang dimulai tampak kader-kader partai PAN di Jambi mendampingi dirinya, termasuk anggota DPR RI dapil Provinsi Jambi dari partai PAN H A Bakrie.

Selain Zola, saksi yang dihadirkan kali ini adalah Dody Irawan eks Kadis PUPR Provinsi Jambi, Budi eks Kabid Bina Marga PUPR Provinsi Jambi, Sendy lim dan Basri staf perusahaan milik Muhammad Imanuddin alias Iim, kontraktor proyek. 

Di ruang sidang, menantu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) ini membeberkan fakta yang menguatkan betapa sistem “ketok palu” sudah menjadi praktik yang sulit dihindari. 

Ia mengaku awalnya almarhum Zoerman Manap menelpon dirinya ketika dia sedang berapa di Jakarta. Zola bilang ke Zoerman Manap untuk menunggu dirinya pulang dulu dari Jakarta. "Saat itu saya tidak tau urusannya apa, namun pak Zoerman Manap mengatakan ini penting sekali," beber dia.

Setelah sampai di Jambi, lanjut Zola, barulah dia diberitahu soal uang ketok palu. "Saya bingung, mau nyari uang dimana, APBD tidak ada, uang pribadinya juga tidak ada. Itu sebelum pengesahan APBD. Saat itu dia belum menyebutkan nilainya berapa," jelasnya.

Kemudian Zumi Zola mengutus Apif Firmansyah untuk bertemu dengan pimpinan dewan, barulah keluar nominal permintaan per anggota dewan Rp 200 juta untuk ketok palu. Apif kemudian memberitahu Zola ihwal hasil pertemuan dengan pimpinan dewan dan Zola mengaku kaget.

"Saya sempat tanya ke Apif dari mana kita dapatkan uang itu? namun karena desakan dan dewan tidak mau nego, mau tidak mau saya iyakan," ungkapnya.

Menurut Zola, situasi kala itu ibarat buah simalakama. Jika tidak menuruti permintaan uang ketok palu, maka RAPBD tidak akan disahkan. Selain itu Zola mengaku sempat menolak karena besarnya nilai permintaan tersebut, namun merasa tertekan secara politis, serta mengingat keterlambatan pengesahan RAPBD bisa berdampak langsung pada jalannya pemerintahan dan pembangunan. 

"Apabila tidak dikasih uang ketok palu, maka APBD kita tidak di sahkan. Sehingga pembangunan diberbagai bidang tersendat. Banyak pembangunan infrasruktur, jalan, jembatan dan sekolah-sekolah dan akses pertanian yang dibutuhkan masyakat Jambi," ungkap Zola dalam persidangan.

Editor: Sebri Asdian