Oleh:
Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd
Guru Besar & Ketua Senat UIN STS Jambi
?Pendahuluan
?Sungai Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatra, lebih dari sekadar jalur air; ia adalah matriks peradaban yang telah menghubungkan pedalaman Minangkabau hingga muara Jambi ke jaringan perdagangan global selama lebih dari satu milenium. Namun, riwayat panjang ini seringkali tereduksi menjadi kisah lokal, mengabaikan peran Batang Hari sebagai transportasi vital dan pusat perdagangan strategis dunia yang sesungguhnya. Paper ini bertujuan menarasikan kembali kebesaran Batang Hari, dari pusaran rempah dan emas global hingga isu eksploitasi sumber daya alam modern, dengan landasan referensi global yang kredibel dan teruji.
Sungai Batang Hari dalam Laporan Dunia (Abad Kuno hingga Kolonial)
?Sejarah Sungai Batang Hari tidak bisa dipisahkan dari narasi asing. Sungai ini adalah saksi bisu interaksi Jambi dengan kekuatan maritim terbesar dunia.
?1. Sungai Batang Hari Transportasi Vital dan Pusat Perdagangan Strategis Dunia
?Batang Hari berperan sebagai koridor logistik utama, memfasilitasi perdagangan antara wilayah hulu yang kaya akan komoditas primer—termasuk emas (Swarnabhumi) dan hasil hutan—dengan pelabuhan di hilir, yang kemudian terhubung ke Jalur Sutra Maritim (Reid, 2018, hlm. 43). Navigabilitas Batang Hari, yang mampu diakses hingga ke pedalaman, membuat Jambi menjadi simpul penting yang tidak tergantikan dalam rantai pasok global (Lapian, 2016, hlm. 102).
?2. Sungai Batang Hari: Referensi Global
?Keberadaan Jambi dan sungai ini terdokumentasi jelas dalam catatan penjelajah dan pedagang dari berbagai bangsa:
?Cina: Sejak abad ke-3 M, keramik Dinasti Han telah ditemukan. Biksu I Tsing pada abad ke-7 mencatat kunjungan ke Mo-lo-yeu (Muarajambi), menunjukkan Batang Hari adalah jalur masuk peradaban dan pusat pendidikan Buddha (Atmodjo, 2020, hlm. 67).
?Portugis: Setelah tiba di awal abad ke-16, pedagang Portugis (seperti yang dicatat sejarawan pada tahun 1512) terlibat dalam pengiriman rempah, khususnya lada, hingga 1.200 ton sekaligus dari Jambi, menandakan volume perdagangan yang masif (Arman, 2017, hlm. 25).
?Belanda (VOC): Kehadiran VOC sejak 1615 menandai era perebutan kendali rempah. Belanda membangun loji dagang di Muara Kumpeh untuk mengendalikan distribusi komoditas. Locher-Scholten (2019, hlm. 140) mencatat bagaimana Batang Hari menjadi arteri ekonomi yang dieksploitasi habis-habisan dalam kebijakan kolonial.
?Inggris: Inggris juga bersaing keras dengan Portugis dan Belanda dalam perdagangan lada Jambi.
?Timur Tengah/Arab: Penemuan pecahan kaca dan artefak logam dari India dan Timur Tengah, bahkan sejak masa pra-Islam, menegaskan peran Batang Hari sebagai destinasi dunia yang menampung pedagang dari Teluk Persia dan Arab (Boomgaard, 2017, hlm. 91).?
Jambi: Destinasi Dunia yang Tidak Pernah Usai
?1. Mengapa Jambi Menjadi Destinasi Dunia: Tidak Pernah Usai dari Masa ke Masa
?Jambi menjadi destinasi dunia bukan karena kebetulan, melainkan karena perpaduan lokasi strategis di pantai timur Sumatra dan kekayaan alam yang dibawa Batang Hari. Sejak masa Kerajaan Melayu Kuno hingga masa Kesultanan Jambi, Sungai Batang Hari menjadi pusat gravitasi politik dan ekonomi. Peran ini tidak pernah hilang; hanya bergeser dari emas dan rempah, ke karet, kopi, dan kini minyak kelapa sawit dan batubara. Batang Hari mempertahankan relevansinya sebagai koridor logistik utama bagi komoditas bernilai tinggi (Sudarsono, 2023, hlm. 72).
?2. Perdagangan Strategis di Sungai Batang Hari: SDA dan Rempah Dunia
?Komoditas utama yang menjadikan Jambi magnet dunia meliputi emas (menarik pedagang Cina dan India), lada, dan rempah-rempah yang menjadi pemicu persaingan Eropa (Reid, 2018, hlm. 155). Perdagangan rempah melalui Batang Hari merupakan fondasi ekonomi Jambi yang memungkinkan pertumbuhan pusat-pusat kerajaan. Pada abad ke-19, komoditas bergeser ke karet dan gambir, yang semakin memperkuat fungsi Batang Hari sebagai jalur eksportasi.
Potensi Strategis dan Ancaman Eksploitasi
?Potensi Strategis dan Eksploitasi SDA Jambi Sejak Abad 7 H
?Sejak masa kejayaan Melayu (sekitar abad ke-13 M), Jambi telah menjadi sasaran daya tarik dan eksploitasi. Potensi strategis ini lahir dari kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa. Namun, sejarah mencatat bahwa eksploitasi SDA ini sering kali dilakukan secara tidak berkelanjutan.
?Di era kolonial, fokusnya adalah monopoli dan ekstraksi rempah. Di era modern, eksploitasi bergeser ke komoditas kehutanan dan pertambangan (Tambunan, 2024, hlm. 48). Paradoksnya, sungai yang dulu menjadi jalur kehidupan dan peradaban kini terancam oleh aktivitas ekonomi yang didorong oleh potensi SDA-nya sendiri.
Sungai Batang Hari: Kini Keruh dan Kecil (Mimpi Besarku Padamu Kedepan)
?Meskipun Batang Hari memiliki riwayat gemilang, kondisinya hari ini jauh dari citra sungai peradaban. Sedimentasi masif akibat pembukaan lahan di hulu dan aktivitas penambangan liar telah membuat alur sungai menjadi dangkal (kecil) dan keruh. Kapasitas navigasi menurun drastis, menyebabkan banyak jalur bersejarah tidak lagi dapat dilalui kapal besar, menghambat peran logistiknya yang dulu vital (Nursalam & Hidayati, 2025, hlm. 121).
?Keruhnya Batang Hari adalah metafora atas keruhnya kebijakan pengelolaan SDA yang mengabaikan keberlanjutan. Mimpi besar kedepan adalah mengembalikan Batang Hari sebagai urat nadi biru Jambi.
Ini membutuhkan kebijakan revolusioner yang mengintegrasikan sejarah, ekologi, dan ekonomi: (1) Restorasi Hulu untuk mengatasi sedimentasi, (2) Revitalisasi Alur Pelayaran untuk konektivitas, dan (3) Penegakan Hukum Adat dan Lingkungan terhadap eksploitasi SDA (Hartono & Purnomo, 2023, hlm. 202). Sungai yang besar dan jernih adalah fondasi ekonomi Jambi yang berkelanjutan.
Penutup: Menghidupkan Kembali Sungai Peradaban
?Sungai Batang Hari adalah sebuah epik sejarah yang tertulis di air. Ia adalah bukti bahwa Jambi pernah, dan sesungguhnya masih, menjadi bagian integral dari panggung dunia. Riwayatnya adalah pelajaran tentang daya tarik komoditas primer yang mendorong kontak antar-bangsa selama ribuan tahun. Kontinuitas fungsi Batang Hari sebagai jalur logistik adalah prioritas strategis yang harus diselamatkan dari ancaman eksploitasi modern. Menghidupkan kembali fungsi Batang Hari berarti menghormati riwayat panjangnya sebagai sungai peradaban dan menjamin masa depan Jambi yang cerah, dengan sungai yang bersih berfungsi dalam membangun peradaban Melayu Jambi.
?---------------
?Daftar Pustaka
?Referensi Jurnal:
?Arman, D. (2017). Dari hulu ke hilir batanghari: Aktivitas perdagangan lada di Jambi abad XVI-XVII. Jurnal Sejarah, 1(2), 20–35. (ID)
?Atmodjo, J. S. (2020). Jejak Peradaban di Sepanjang Sungai Batanghari. Historia.ID, 1–7. (ID)
?Bayu, W., & Yanti, G. A. S. (2021). The influence of historical heritage on local economic development in Jambi. International Journal of Social Sciences and Humanities, 5(3), 201–215. (EN)
?Hartono, S., & Purnomo, A. (2023). Policy challenges for sustainable logistics management in Batanghari River. Journal of Environmental Policy and Planning, 25(4), 198–212. (EN)
?Jones, R. W. (2022). Maritime routes and early state formation in Sumatra. Journal of Southeast Asian Studies, 53(1), 88–105. (EN)
?Nursalam, A., & Hidayati, R. (2025). Dampak aktivitas penambangan batubara terhadap kualitas air dan sedimentasi Sungai Batanghari. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 15(2), 115–130. (ID)
?Prasetyo, H., & Wibowo, S. (2024). Peran Jambi dalam Jaringan Perdagangan Internasional Abad ke-17: Analisis Komoditas dan Jalur Pelayaran. Jurnal Maritim Indonesia, 18(1), 50–65. (ID)
?Sudarsono, H. (2023). The economic resilience of riverine trade: A study of Batanghari’s continuing strategic role. Asian Studies Review, 47(1), 65–80. (EN)
?Tambunan, S. R. (2024). Exploitation of natural resources and environmental degradation in the Jambi region. International Journal of Development and Sustainability, 13(5), 35–55. (EN)
?Wong, L. M. (2021). Chinese trade networks and the rise of Melayu kingdoms. Journal of World History, 32(4), 650–675. (EN)
?Referensi Buku:
?Boomgaard, P. (2017). A history of nature in Indonesia. ISEAS Publishing. (EN)
?Dalrymple, W. (2019). The Anarchy: The East India Company, Corporate Violence, and the Pillage of an Empire. Bloomsbury Publishing. (EN)
?Glover, I. C. (2016). Ancient trade and exchange networks in Southeast Asia. Routledge. (EN)
?Graaf, H. J. de, & Pigeaud, T. H. (2018). Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa. Grafiti Press. (ID)
?Heidhues, M. S. (2017). Southeast Asia: A concise history. Thames & Hudson. (EN)
?Lapian, A. B. (2016). Jambi dalam Jaringan Pelayaran dan Perdagangan Masa Awal. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. (ID)
?Locher-Scholten, E. (2019). Sumatra’s Sultans and Colonial State: Jambi-Batavia Relations (1830-1907). Cornell University Press. (EN)
?Marr, D. G. (2020). A history of modern Indonesia. Cambridge University Press. (EN)
?Miksic, J. N. (2017). Singapore and the Silk Road of the Sea, 1300–1800. NUS Press. (EN)
?Reid, A. (2018). Southeast Asia in the age of commerce, 1450-1680: Volume One: The lands below the winds. Yale University Press. (EN)
?Ricklefs, M. C. (2022). A history of modern Indonesia since c. 1200. Stanford University Press. (EN)
?Santosa, B. (2019). Sejarah Kebudayaan Jambi. Penerbit Ombak. (ID)
?Setiawan, A. (2021). Ekonomi Maritim dan Potensi Daerah. Pustaka Abadi. (ID)
?Setyowati, D. (2018). Jejak-Jejak Perdagangan Kuno di Nusantara. Yayasan Obor Indonesia. (ID)
?Vlekke, B. H. M. (2019). Nusantara: A history of Indonesia. Periplus Editions. (EN)