BEKABAR.ID, BATAM - Peristiwa penyiksaan terhadap seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT), Intan (22) asal Sumba Barat, oleh majikannya berinisial R (44) dan rekannya M (22) di kawasan elit Sukajadi, Batam, mengguncang rakyat dan mempertanyakan kembali URGENSI pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Rincian kasus:
• Korban mengalami kekerasan fisik dan psikis selama kurang lebih satu tahun, termasuk luka parah di seluruh tubuh dan trauma psikis berat. Ia dipaksa meminum air dari septitank dan makan kotoran anjing
• Video dan laporan warga muncul di Facebook, memicu penyelidikan kepolisian. Majikan dan rekannya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan tanpa kemungkinan perdamaian
• Korban kini dirawat intensif dan mendapat penanganan medis dan psikiatris.
RUU PPRT Terlambat dan Mendesak!
RUU PPRT telah diusulkan sejak lama (2004), masuk Prolegnas Pioritas 2025, dan diincar selesai pada 2025. Presiden Prabowo juga menjanjikan pembahasan usai Hari Buruh (1 Mei 2025) dan rampung dalam tiga bulan. Namun sampai hari ini, draf belum lolos tingkat II, dan penetapan politis serta kemauan legislasi masih dianggap kurang. Bahkan ada juga beberapa partai yang sempat menolak memasukkan RUU ini sebagai “carry-over”.
Penganiayaan di Batam adalah gambaran nyata betapa rentannya posisi PRT tanpa payung hukum. RUU PPRT bukan hanya dokumen politik, melainkan instrument krusial untuk:
1. Memberi perlindungan legal pada PRT melalui kontrak, upah adil, jam kerja, dan hak istrahat.
2. Mencegah eksploitasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan.
3. Meletakkan dasar hukum bagi penyaklur, majikan, dan pemerintah agar betanggung jawab.
Oleh karena, Pengurus Pusat PMKRI Mendesak agar DPR RI untuk menuntaskan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT tahun ini, pemerintah dan Badan Legislasif untuk mempercepat proses, memasukkan kembali RUU PPRT sebagai carry-over jika diperlukan, dan PP PMKRI juga mengajak masyarakat dan media untuk terus mendukung dan mengawal agar PRT mendapatkan perlindungan setara.
Kasus intan di Batam menjadi panggilan bagi seluruh pihak, baik itu legislatif, eksekutif, dan masyarakat, bahwa tanpa undang-undang khusus, kekejaman serupa dapat terulang kembali. Tidak ada ruang bagi penundaan. Ini masih kasus yang terungkap, belum lagi korban kekerasan PRT di luar sana yang belum terungkap. (*)